Skin Analyzer - TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK ETANOL K (2025)

Skin analyzer merupakan perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi-sisi kulit yang lebih dalam dari lapisan kulit. (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: Moisture (Kadar air), Sebum (Kadar minyak), Evenness (Kehalusan), Pore (Pori), Spot (Noda), Wrinkle (Keriput).

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada alat. Parameter hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (Kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-44 45-100

Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-40 41-100

Wrinkle Tidak Berkeriput Berkeriput Berkeriput Parah

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis, uji antioksidan sediaan, evaluasi terhadap mutu fisik serum seperti uji homogenitas, uji stabilitas, uji pH, uji viskositas, uji iritasi dan uji efektivitas sediaan sebagai anti-aging terhadap 12 orang sukarelawan.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, batang pengaduk, botol pipet, cawan porselen, lumpang dan alu, objek gelas, pH meter (Hanna Instrument), penangas air, pipet tetes, pinset, pot plastik, serbet, skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG), spatula, sudip, timbangan analitik (Boeco), tissue (Nice) dan viskositas NDJ-8S.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aqua demineral, aqua destilata, asam asetat anhidrat, asam askorbat pro analisis, asam klorida, asam sulfat, etanol 96%, etoksidiglikol, gliserin, isopropanol, karbopol, kloralhidrat, kloroform, kulit kayu manis, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01), metanol pro analisis, metil paraben, n-heksan, natrium hidroksida, natrium metabisulfit, natrium sulfat anhidida, pereaksi besi (III) klorida, pereaksi Bouchardat, pereaksi DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), pereaksi

Dragendorff, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Meyer, pereaksi Molish, propanediol, serbuk magensium, timbal (II) asetat, toluen, trietanolamin.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi efek penuaan dini berjumlah 15 orang dengan kriteria yaitu:

Syarat - syarat yang digunakan : 1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM RI, 1985).

3.4 Pembuatan pereaksi

3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 16,67 mL asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 mL (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 mL asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling hingga 100 mL (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodide ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 mL air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 mL (Ditjen POM, 1995).

3.4.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 mL kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 mL air suling. Diamkan campuran sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 mL (Depkes RI, 1980).

3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 mL asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 mL (Harbone, 1987).

3.4.6 Pereaksi Meyer

Sebanyak 1,3 g merkuri (II) klorida dilarutkan dalam 60 mL air suling.

Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodide dilarutkan dalam 10 mL air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 mL (Depkes RI, 1980).

3.4.7 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 mL (Depkes RI, 1980).

3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 mL (Depkes, 1979).

3.4.9 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 mL (Depkes, 1979).

3.4.10 Pereaksi DPPH

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh volume larutan 100 mL (konsentrasi 200 g/mL) (Molyneux, 2004).

3.5 Sampel Penelitian 3.5.1 Pengadaan sampel

Metode pengadaan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan sampel yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diperoleh dari Sidikalang Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Departemen Biologi FMIPA USU.

3.5.3 Pembuatan simplisia kulit kayu manis

Kulit kayu manis basah dibersihkan dengan dicuci menggunakan air mengalir, ditiriskan dan ditimbang (1,15 kg). Pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain subuh pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60˚ (Depkes RI, 2017). Dilakukan pengeringan kulit kayu manis dalam lemari pengering dengan suhu 40-60˚C selama 3-5 hari atau sampai kering.

Setelah kering, simplisia kulit kayu manis diserbukkan dengan menggunakan blender dan ditimbang hingga diperoleh serbuk simplisia kulit kayu manis (1,056 kg).

3.6 Skrining Senyawa Kimia Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis

Skrining senyawa kimia serbuk simplisia kulit kayu manis meliputi pemeriksaan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tannin, glikosida, triterpenoid/steroid.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP) Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Sebuk simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi

1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka hasil menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25 mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol (3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).

3.7 Karakterisasi Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis 3.7.1 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit kayu manis. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.7.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Tahapan langkah penetapannya:

1. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah

toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 mL filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanakan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanakan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.6 Penetapan kadar abu tak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring memalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% yang telah dimurnikan Dimasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuang dengan 75 bagian cairan penyari, tutup rapat, dibiarkan selama 5 hari terlindungi dari cahaya sambil sering diaduk. Serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Maserat lalu diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur 40-50oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.9 Skrining Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Skrining senyawa kimia ekstrak etanol kulit kayu manis meliputi pemeriksaan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tannin, glikosida, triterpenoid/steroid.

3.9.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang 500 mg ekstrak, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP) Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Ekstrak dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995).

3.9.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak kemudian ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.9.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.

Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka hasil menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.9.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995).

3.9.5 Pemeriksaan glikosida

Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25 mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol (3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.9.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid

Sebanyak 1 g ekstrak dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).

3.10 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 3.10.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Tahapan langkah penetapannya:

1. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia

Sebanyak 5 g ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,

volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.10.2 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 gram ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap, kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.10.3 Penetapan kadar abu tak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.11 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel 3.11.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut (Sapri, dkk., 2013).

3.11.2 Pembuatan larutan blanko

Ditimbang sebanyak 5 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh volume larutan 25 mL (konsentrasi 200 g/mL).

Larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL) dipipet sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 mL, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 g/mL) (Sapri, dkk., 2013).

3.11.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH

Larutan DPPH konsentrasi 40 g/mL dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm (Sapri, dkk., 2013).

3.11.4 Penentuan waktu kerja (operating time)

Dihomogenkan larutan DPPH 40 g/mL dan diukur absorbasi larutan pada panjang gelombang 515,4 nm sampai menit ke-60 dan diamati waktu larutan tersebut hingga menghasilkan absorbansi yang stabil, data kemudian digunakan sebagai operating time.

3.11.5 Pembuatan larutan induk

1. Pembuatan Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Sebanyak 5 mg ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 mL dengan metanol, lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 200

g/mL).

2. Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Sebanyak 2,5 mg serbuk vitamin c ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 100 g/mL).

3.11.6 Pembuatan larutan uji

1. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Larutan induk dipipet sebanyak 0,025 mL, 0,075 mL, 0,125 mL, dan 0,175 mL dan 0,225 mL ke dalam labu tentukur 5 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1 g/mL, 3 g/mL, 5 g/mL, 7 g/mL, dan 9 g/mL . Lalu ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 1 mL larutan DPPH (konsentrasi 200

g/mL), volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan

dihomogenkan. Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

2. Pembuatan Larutan Uji Vitamin C

Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 mL, 0,1 mL, 0,15 mL, 0,2 mL, dan 0,25 mL ke dalam labu tentukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1 g/mL, 2 g/mL, 3 g/mL, 4 g/mL, dan 5 g/mL. Lalu ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 mL larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL), volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

3.11.7 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH

Menurut Al Ridho, dkk., (2013) prinsip dari metode uji aktivitas antioksidan ini adalah pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu dengan melakukan pengukuran penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometri

UV-Vis sehingga dengan demikian akan diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration), yaitu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas pemerangkapan radikal bebas (%) =

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

3.11.8 Analisis nilai IC50

Nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi. Prinsip kerja dari pengukuran ini adalah adanya radikal bebas stabil yaitu DPPH yang dicampurkan dengan senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan mendonorkan hidrogen, sehingga radikal bebas dapat diredam. Koefisien y pada persamaan ini adalah sebagai IC50, sedangkan koefisien x adalah konsentrasi dari ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana nilai dari x yang didapat merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat meredam 50% aktivitas radikal DPPH (Al Ridho, dkk., 2013).

3.12 Formula Sediaan Serum Anti-Aging 3.12.1 Formula dasar

Sediaan serum yang dibuat berdasarkan formula dasar (Septiyanti, 2019), yaitu:

Formula Dasar (Septiyanti, 2019):

Formulasi sediaan serum anti-aging sebagai berikut:

R/ Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0%; 0,3%; 0,5%; 0,7%

Carbomer 0,5%

Gliserin 5%

Propanediol 5%

Natrium Metabisulfit 0,2%

Metil Paraben 0,2%

Ethoxydiglycol 1%

TEA 0,2%

Aqua demineral ad 100

Penambahan bahan aktif berupa ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomun burmanni) karena ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa turunan fenolik seperti tanin, flavonoid, dan sinamaldehid yang memiliki efek antioksidan yang tinggi. Penggantian bahan tambahan Euxyl® dan Nanosilver menjadi Nipagin dikarenakan Nipagin memiliki kegunaan yang sama yaitu sebagai bahan pengawet pada sediaan. Penambahan Propanediol dan Ethoxydiglycol dalam formula berfungsi sebagai pelarut bahan dan humektan.

Penambahan Natrium Metabisulfit dalam formula berfungsi sebagai antioksidan tambahan agar zat aktif tidak mudah teroksidasi dalam sediaan.

3.12.3 Formula sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang digunakan pada sediaan serum anti-aging adalah konsentrasi 0,3% (F1), konsentrasi 0,5% (F2), konsentrasi 0,7% (F3). Formula sediaan serum anti-aging yang tidak mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) digunakan sebagai blanko. Formula sediaan serum anti-aging dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Formula Sediaan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

NO Komponen Konsentrasi

F0 F1 F2 F3

Keterangan: F0: Serum anti-aging tanpa Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis F1: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,3%

F2: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,5%

F3: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7%

3.13 Prosedur Pembuatan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu

Pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu

Skin Analyzer - TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK ETANOL K (2025)
Top Articles
Latest Posts
Recommended Articles
Article information

Author: Gregorio Kreiger

Last Updated:

Views: 6069

Rating: 4.7 / 5 (77 voted)

Reviews: 84% of readers found this page helpful

Author information

Name: Gregorio Kreiger

Birthday: 1994-12-18

Address: 89212 Tracey Ramp, Sunside, MT 08453-0951

Phone: +9014805370218

Job: Customer Designer

Hobby: Mountain biking, Orienteering, Hiking, Sewing, Backpacking, Mushroom hunting, Backpacking

Introduction: My name is Gregorio Kreiger, I am a tender, brainy, enthusiastic, combative, agreeable, gentle, gentle person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.